MENJINAKKAN KORUPSI DI
Oleh: Syafuan Rozi
Peneliti PPW LIPI
Max Weber seorang peletak dasar metodologi Ilmu Sosial mengatakan bahwa orang tidak boleh mulai suatu definisi, melainkan perlu menurunkan indikator-indikator definisi itu sesuai contoh-contoh khusus, yang bagaimanapun juga tak akan pernah menjadi definisi akhir, melainkan sebuah definisi yang dicocokkan dengan maksud-maksud atau peristiwa yang sedang dihadapi. Perilaku korupsi bisa diindikasikan dari berbagai perspektif atau pendekatan.
Tindakan korupsi menurut perspektif keadilan atau pendekatan hukum misalnya mengatakan bahwa korupsi adalah mengambil bagian yang bukan menjadi haknya. Korupsi adalah mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang yang diadakan dari pajak yang dibayarkan masyarakat untuk kepentingan memperkaya dirinya sendiri. Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri.
Perspektif atau pendekatan relatifisme kultural yang strukturalist, bisa saja mengatakan pemaksaan untuk menyeragamkan berbagai pemerintahan lokal (kelurahanisasi" semua desa-desa adat di nusantara), menyebabkan budaya asli setempat tidak berkembang, melemahkan keberadaannya untuk diganti dengan budaya yang dominan milik penguasa adalah tindakan korupsi struktural terhadap persoalan kultural. Pendekatan atau perspektif orang awam dengan lugas mengatakan menggelapkan uang kantor, menyalahgunakan wewenangnya untuk menerima suap, menikmati gaji buta tanpa bekerja secara serius adalah tindakan korupsi. Bisa saja hal itu dikatakan untuk menjelaskan hal yang kita benci dan akan kita jinakkan.
Menghilangkan korupsi bukanlah perkara gampang karena ia telah berurat berakar dan menjalar kemana-mana di negeri kita ini. Tidak semua orang rela jalan pintasnya untuk kaya diungkit-ungkit. Adalagi yang menjelaskan mereka korupsi kecil-kecilan karena terpaksa oleh keadaan. Gaji kecil yang tidak mencukupi untuk hidup yang layak dari bulan ke bulan menjadi alasan untuk membenamkan diri. Apalagi kalau hampir semua orang di tempat itu telah menganggap hal itu adalah hal yang biasa. Tahu sama tahu, untuk tidak mengatakan atasan mereka juga melakukan hal yang sama.
Kerakusan dan membiarkan perilaku korupsi adalah seperti seseorang yang menunggang macan (ingat riding the tiger- sebuah judul film dokumenter dari
Abdul Rahman Ibnu Khaldun (1332-1406): "Sebab utama korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah dalam kelompok yang memerintah. Korupsi pada kelompok penguasa menyebabkan kesulitan-kesulitan ekonomi dan kesulitan ini pada gilirannya menjangkitkan korupsi lebih lanjut. Justru karena itu pemberantasn korupsi harus dimulai dari akarnya, yaitu kelompok yang memerintah dan penanggulangannya harus pula dengan melibatkan seluruh kelompok tersebut.
Secara kultural dan struktural memberantas korupsi adalah mensosialisasikan nilai baru bahwa Korupsi merupakan sebuah tindakan yang beresiko tinggi dan bernilai rendah, dan akan dikenakan pembuktian terbalik bahwa harta yang diperolehnya adalah barang yang halal. Secara struktural memberantas korupsi berarti memberantas KKN dengan memberdayakan komisi pemeriksaan kekayaan pejabat dan latar belakang kehidupannya, membangun sistem pencegah dini korupsi, UU Anti Korupsi yang konsisten, memberikan jaminan hidup yang layak bagi pegawai, sistem pembuktian terbalik, pengumuman dan audit kekayaan pejabat sebelum dan sesudah bertugas, membuat iklan layanan masyarakat di media massa dan di kemasan produk-produk yang dikonsumsi semua orang.
Comments :
Posting Komentar