Hati-Hati terhadap Hasil Statistik
Dalam melakukan aktivitas marketing, kita harus berhati-hati terhadap hasil statistik (riset). Pada waktu kuliah, saya pernah mengikuti lomba karya tulis ilmiah dan mampu menjadi juara tingkat nasional sehingga saya mempunyai metodologi penelitian dan teknologi sampel yang bisa diandalkan (tentu saja setelah melewati berbagai pengujian yang dilakukan oleh para pakar di bidangnya).
Oleh karena itu, saya tahu persis kelemahan statistik. Salah satunya sering terjadi bahwa angka statistiknya naik, tapi keuntungan secara konkret tidak naik. Apabila ini yang terjadi, hasil statistik tersebut percuma saja. Darrel Huff pernah mengungkapkan bahwa kebohongan itu terdiri atas tiga tingkatan dan statistik merupakan kebohongan tingkat tertinggi. Adapun kebohongan tingkat pertama dapat dicontohkan sebagai berikut.
Jika seseorang akan menjual sebuah mobil, orang bisa mengatakan, "Mobil saya ini baru, lho (padahal sebenarnya pada petunjuk kilometernya, misalnya, sudah mencapai 100.000 km)." Namun, orang tersebut tidak memberikan polesan apa pun pada mobil tersebut, dia hanya mengatakan bahwa itu adalah mobil baru. Itu disebut sebagai kebohongan karena dia tidak melakukan tindakan untuk menutupi kebohongannya.
Adapun kebohongan tingkat kedua adalah menipu. Penjualan mobil dikatakan menipu apabila ia mengatakan seperti ini, "Mobil saya ini baru," kemudian ia melakukan berbagai usaha, di antaranya menurunkan angka kilometer, bodi mobil dicat ulang,mesin dibersihkan, bannya diganti baru. Karena dimake-up seperti baru lagi, penjual itu mengatakan mobilnya baru. Dengan tindakannya itu orang (pembeli) menjadi tertipu. Dia telah menipu karena semuanya itu ditambahkan atau diubah agar tampak baru untuk menutupi kebohongannya tersebut.
Dan kebohongan yang paling "kejam" adalah kebohongan dengan kebenaran statistik. Contohnya, sebuah mobil yang kilometernya sudah mencapai 100.000 tersebut bisa dia anggap baru, misalnya dengan mengadakan survei kepada 2.000 orang dengan hasil bahwa mobil dengan kilometer 100.000 adalah termasuk mobil baru.
Caranya dengan mengajukan pertanyaan seperti ini (karena survei dan jawaban tergantung pertanyaan), "Kalau dibandingkan dengan mobil yang telah mencapai kilometer ke-200.000, apakah mobil dengan kilometer 100.000 termasuk baru?" Pastilah 2.000 orang yang mendapatkan pertanyaan seperti itu akan menjawab bahwa mobil dengan kilometer 100.000 tersebut termasuk baru. Contoh lain adalah ketika salah satu majalah nasional melakukan survei dan hasil surveinya menyatakan bahwa "dua di antara tiga lelaki di Jakarta berselingkuh".
Jika hasil tersebut kita terima secara mentah-mentah, dampak yang timbul menjadi kurang baik karena kita tidak mengetahui dengan lebih pasti hasil survei tersebut, sampling-nya dilakukan di mana, siapa respondennya, dan kira-kira jam berapa meskipun mereka mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah multiple purpose random sampling.
Sebab, jika mereka mengadakan surveinya di kafe-kafe pada jam dua pagi, ya pantas saja jika hasil yang didapatkan adalah bahwa dua di antara tiga lelaki berselingkuh. Saya pernah bertemu seorang ahli riset dan saya memberikan tantangan seperti ini, "Bapak boleh menggunakan strategi riset apa pun, hanya ada satu hal yang akan saya sembunyikan, yang tidak pernah diungkap dan saya akan menjamin hasilnya akan sangat kecil atau boleh dikata nol. Bahwa tidak seorang lelaki pun yangtelahmenikahitu berselingkuh,dengan menggunakan metodologi apa pun, atau di mana pun, dan jam berapa pun surveinya dilakukan."Saya hanya memberi satu syarat survei dan syaratnya sebenarnya mudah, yaitu pada saat survei dilakukan, istrinya harus berada di sebelahnya. Apakah dengan survei seperti itu kira-kira akan ada hasil bahwa laki-laki berselingkuh? Bahkan bisa jadi hasilnya nol.
Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan hal ini saya benar-benar menekankan agar kita harus mulai sadar untuk berhati-hati menanggapi hasil angket atau survei tertentu. Begitu pula halnya dengan angket atau survei yang berkaitan dengan program pemasaran yang akan kita lakukan. (*)
Tung Desem Waringin
Pelatih Sukses No 1 di Indonesia The most Powerful People and Ideas in Business 2005